Sunday, January 3, 1993

Rela berkorban segalanya demi anak

Awal semester 6, ada keinginan saya untuk mengikuti Bimbel (Bimbingan Belajar) Primagama Solo selama 1 semester. (saat itu Sragen belum ada). Harapan saya adalah lulus SMA dengan NEM bagus dan sekaligus untuk mempersiapkan UMPTN biar ketrima.

Namun sayang, saat itu kondisi keuangan bapak-ibu tidak memungkinkan, lagian ortu kasihan kalo tiap 3 kali seminggu saya mesti bolak-balik Sragen-Solo. (Kurniawan temen satu meja denganku ikut). Ya udah akhirnya saya mesti mengikhlaskan untuk tidak jadi. Janji bp-ibu, mudah2an kelak bisa ikut Bimbel yang 1 bulan intensif tiap hari masuk (setelah Ebtanas dan menjelang UMPTN), bayarnya lebih murah.

Ahad sore seperti biasa, saya naik sepeda dari kampung ke kost di kota, mengayuh sepeda sekira 20 km. Tak mengira, esok malamnya, ibu datang dengan diantar tetangga membawakan uang (kalo taksalah Rp 500.000) untuk pendaftaran bimbingan belajar saya. Lho, saya khan sudah ikhlas nggak ikut. Lagian ini khan uang hutang tetangga, saya nggak tetep nggak mau dan takmasalah kelak ikut yang 1 bulan aja.

Selidik punya selidik, ternyata uang saku saya yang Rp 5.000 untuk satu minggu ketinggalan di rumah, dikira saya marah karena nggak dibolehkan ikut bimbingan....Makanya bapak-ibu lalu pontang-panting cari utangan untuk saya. Subhanallah, kasih sayang orang tua tak terbatas, apapun dilakukan demi anak. Surgalah insyaAllah utk kedua orangtuaku, amien.

Friday, January 1, 1993

1993, listrik masuk desa kami

Selama ini, takada jaringan listrik yang lewat di kampung kami. Bahkan SMP saya juga belum ada listrik. Praktis, di rumah mengandalkan lampu teplok untuk belajar.

Saat itu keluarga kami sempat punya TV dan satu-satunya di kampung kami, setiap 1 atau 2 minggu sekali kami nyetrumkan ke Bedono (sekira 5 km). Saat itu hanya ada siaran TVRI stasiun Solo dan Surabaya dan siaran hanya malam saja. TV hitam putih tsbkalo sore kita keluarkan di atas meja tamu depan, kalo malam selepas tetangga pulang semua, kita masukkan lagi.

Alhamdulillah, nyetrum aki tahun ini akan berakhir, aliran listrik masuk ke desa kami setelah tiang2 telah ditegakkan sekira setahun lalu.

Teringat cerita kala itu, desa kami tidak bisa dialiri listrik seperti desa-desa lain karena warganya terlalu sedikit sekira 60 KK, sehingga tidak ekonomis. Akhirnya disepakati, diminta 10 orang dari KK yang ada (termasuk keluarga kami) diwajibkan ambil yg 900 watt, bukan 450 watt seperti yang lain, dengan konsekuensi bayaran awal dan bulanan lebih mahal. Tapi demi listrik mengalir, alhamdulillah disepakati siapa2 yang termasuk 10 orang tsb.

Alhamdulillah akhirnya terang juga kampung kami.