Tuesday, December 1, 1987

Miskin, takpunya uang beli buku, takpernah jajan

Teringat miskinnya saya, takpunya uang beli buku pelajaran.

Wali kelas 1 guru bahasa Inggris, bu Dra. Haslinda RR namanya, orangnya baik. Ingat semester 1, satu-satunya pelajar di kelas I C yang tidak memiliki buku pegangan bahasa Inggris adalah saya.

Sampai suatu ketika, dalam forum kelas, ibu Linda bilang, udahlah mau dibayar kapan, dan dicicil berapa kalipun silakan yang penting punya buku, saya tetep gakmau. Saya tidak punya keberanian untuk meminta uang untuk beli buku kepada mas Mul maupun orang tua. Saya sedih dan malu sama temen maupun bu guru, tapi mau gimana lagi.

Pun demikian, alhamdulillah, semester 1 saya mendapatkan kehormatan menjadi juara 1 di kelas I C (sistem rangking per kelas, bukan satu sekolah)

Lagi-lagi saya takpernah sekalipun jajan sekedar tahu, tempe, bakwan atau bahkan soto. Memang sejak SMP, orang tua kami sudah paham begitu pentingnya sarapan pagi, sehingga diusahakan sedikit apapun jika ada kita makan sarapan. Minuman pun saat itu belum terpirir untuk bawa. Ketika olahraga, saya masih teringat, kalo minum pergi aja ke kantin karena disediakan minum gratis, alhamdulillah, banyak pahala bagi pemilik warung, amien.

Bahkan ketika sore hari kalo harus ikut acara pramuka atau olahraga, saya memilih pulang dulu naik sepeda 8 km, makan, sholat, dan berangkat lagi. Dipikir2 sekarang; kok bisa ya.

Inget olahraga, inget dulu setiap hari jum’at pagi wajib senam SKJ (Senam Kesegaran Jasmani). Ada guru Pak Ismu dan Pak Margono yang siap meng-absen mana-mana anak yang tidak ikut. Saya pernah sekali gak ikut, karena lupa nggak bawa kaos, eh kena hukum dech pas jam olahraga. Hukumannya lari mengitari SMP beberapa kali.

Saturday, July 25, 1987

Masuk SMP, latihan penataran P4

Sebelum mengikuti proses belajar mengajar, siswa baru wajib mengikuti penataran P4.

Untuk SMPN Mondokan diselenggarakan pada 20-25 Juli 1987. Enak aja ndengerin pagi hingga tengah hari, njuk pulang.

Monday, July 20, 1987

Sekolah di SMPN Mondokan

Nama siswa : SUNARDI
Nomor induk : 927

Saat itu melanjutkan sekolah ke SMP masih barang mahal, tapi karena keluarga Pakdhe Samto dan keluarga saya ada yang sudah pada sekolah SMP dan SMA, maka sekolah SMP tentu sama sekali takda masalah, kalo takda uang, minimal semangat mesti membara.

Saya tidak banyak risau untuk masuk SMP mana, karena jauh-jauh hari mas Mul sudah bilang bahwa asal nilai NEM saya bagus. Saya tak ingat pasti, term NEM yang sifatnya nasional kayaknya baru mulai pertama kali diterapkan pada jaman itu. Sebelumnya biasanya hanya dikatakan Ebtanas saja (Evaluasi Belajar Tingkat Akhir Nasional).
Alhamdulillah, dengan NEM yang saya miliki, di SMP Negeri manapun, saya bisa dipastikan masuk SMP Sukodono, Mondokan, maupun Gesi yang relatif dekat dengan kampung kami.

Alasan agar ada temennya Sutris, saya didaftarkan ke SMP N Mondokan, di kecamatan sebelah barat, padahal desa saya saya paling timur sudah berbatasan dengan kecamatan Gesi di sebelah timur. Jadi kalo hitungan dekat, seharusnya ke SMP N Sukodono (di kecamatan sendiri) atau SMP N Gesi. Tapi waktu itu juga mempertimbangkan mutu, SMP N Mondokan kayaknya lagi bagus prestasinya.

Perjalanan naik sepeda jarak sekira 8 km ditempuh dengan naik sepeda. Takda kawan se SD yang ndaftar disana, eh ada satu namanya Prihatin tapi beda kelas, saat kelas II dia jadi ketua OSIS dan sekarang kalo taksalah jadi tentara Kopassus selepas SMP/SMA. Hanya Sutris kawan se-kampung yang sekolah se-SMP. Tapi sempat ketika kelas II ditemeni Purwoko temen sekampung yang baru pindah dari Kalimantan. Tapi setelah itu, dia pergi lagi ke luar jawa mengikuti orang tua.

Masuk SMP, bayar sekolah ditanggung bersama antara Mas Mul dan Bapak, uang seragam mas Mul sedangkan uang gedung bapak-ibu. Ada temen seperjuangan, yaitu Woko yang punya sepeda cantik. Saya masih pake sepeda biasa, tapi sepeda saya antik, dinamakan sepeda "trondol".

Mulai SMP, pembagian waktu dalam setahun bukan lagi per empat bulan (catur wulan, setahun = 3 cawu) seperti sewaktu di SD, tapi semester (per 6 bulan, setahun = 2 semester). SMP dalam satu angkatan waktu itu terbagi dalam 4 kelas ABCD.

Saturday, June 6, 1987

Lulus SD jadi Juara II

Saya sejak kelas 1 selalu rangking 1 atau 2 pada setiap catur wulan (cawu), selalu bergantian dengan Wiryawan yang masih ada tali saudara keluarga.

Mempertahankan tradisi juara saya lakukan karena begitu bangganya saya ketika melihat mas sutris menerima hadiah buku tulis dari sekolah ketika bisa menjuarai kelas. Setelah itu, terpompa semangat saya untuk bisa menjadi juara kelas dan mendapatkan hadiah buku. Terlebih, saat itu mbak Sri juga memberikan hadiah jika saya bisa menjadi juara kelas.

Tapi begitu lulus, eh Nilai Ebtanas Murni (NEM) saya nomor 2, selisih dikit dengan Haris Triyanto (awal kelas 6 dia pindah dari MIM). NEM saya 35.76, kalo taksalah Haris 35.80.

Nilai NEM saya tertanggal 6 Juni 1987
1. PMP 7.07
2. Bahasa Indonesia 8.15
3. IPA 6.67
4. IPS 7.87
5. Matematika 6.00
Jumlah 35.76

Konstelasi NEM nasional, atau bahkan sekedar di kota Sragen, kita gak paham dan gak kita hiraukan, karena memang nggak kita pakai kecuali utk syarat masuk ke-3 SMP negeri yang terdekat. Saya akhirnya masuk ke SMP N Mondokan, Haris ke SMP N Sukodono, dan Wiryawan ke SMP N Gesi. Kelak, saya dan Haris ketemu lagi di SMA N 1 Sragen, udah gitu satu kelas lagi (1 D).

mengingat temen SD

Mengingat temen sekelas SD
SD Negeri Pantirejo I, Kec. Sukodono, Kab. Sragen, Jawa Tengah.
(Masuk kelas 1 sekira Juni 1981, Lulus kelas 6 sekira Juni 1987)

1. Wiryawan (selalu bersaing memperebutkan juara I dengan diriku)
2. Gatot (putrane mbah Ndermo)
3. Haris Triyanton (pindahan dari MI kelas 5 atau 6)
4. Didik (putrane bu guru)
5. Ninik Nuraini (anak pak kaur)
6. Rosmiyati
7. Martantiningsih
8. Sudarti (temen sekampung)
9. Roslan (kakak kelas, lalu jadi adik kelas)
10. Sandim (kakak kelas, lalu jadi adik kelas)

Mungkin total ada 30-an, tapi lupa.....

Monday, June 1, 1987

Mengingat Guru2 di SD

Kelas 1, 2, 3 saya diasuh oleh guru kelas yang suaranya nyaring, jelas, dan tegas. Bu Wiwik, dari Kuyang (masih satu kelurahan). Beliau guru baru, pindahan dari sekolah lain. Ingat bu Wiwik, saya sangat terinspirasi sekali dengan sebuah film saat itu yang saya tonton di televisi punya pakdhe, tentang kegigihan belajar seorang anak kampung dan kegigihan mengajar seorang guru perempuan kota yang ditempatkan dipelosok negri. Ketika sukses dalam belajar, demikian bangganya pada diri si murid dan si guru.

Benernya biasanya kelas 1 atau 2 diajar oleh pak Ngadimin, rumahnya persis di sebelah SD, berbatasan dengan pagar sekolah saja. Tapi gaktahu kenapa, hanya angkatan saya yang tidak pernah diajar oleh beliau. Orangnya juga baik, kalem, lembut cocok untuk anak-anak kelas 1 atau 2.

Kelas 4 wali kelas pak Darminto, terkenal galak, kalo taksalah ditengah-tengah tahun, beliau pindah ke sekolah lain yang lebih dekat ke rumah beliau. Kayaknya beliau rumahnya yang paling jauh dengan SD kami.

Di kelas 4 ini, kami mulai kedatangan guru agama baru, pak Muchlis, asal Tanon. Orangnya lembut, membawa suasana baru dalam pola pembelajaran. Masih inget ketika beliau mengajarkan hadits (berbuat baik pada tamu) maupun hafalan surat (Al Ma’un dan At Tien) kami diminta untuk berdiri, setiap penggal hafalan menghadap ke sisi yang berbeda sehingga memudahkan kami untuk menghafalnya.

Guru agama sebelumnya yang terkenal galak, bu Syamsiyah pindah ke MIM yang lebih deket dengan rumah beliau, cuma sekira 100m, kalo ke SD kami sekira 700m.

Kelas 5 dan 6 kami diasuh wali kelas, Pak Sukardi, kampung selatan saya (beda kelurahan), orangnya kalem, lembut, dan jelas jika menerangkan sesuatu. Teringat saya pada pelajaran IPA. LNG adalah gas yang dimampatkan (saya dulu nulisnya gas yang dimanfaatkan, eh disalahkan), kemudian beliau menjelaskan apa makna dimampatkan itu. Juga ketika saya meminta penjelasan lebih jauh, kenapa tumbuhan memasak makanan pada siang hari (saya percaya mesti memasaknya malam hari, karena saya beralasan siang hari saya takpernah sekalipun melihat tumbuhan memasak makanan). Kemudian beliau jelaskan panjang lebar tentang proses memasak makanan oleh tumbuhan yang mesti memerlukan sinar matahari.

Mulai kelas V mungkin, kami ada guru khusus olahraga, Bu Insiyatun, rumahnya deket sekolahan.

Thursday, May 14, 1987

11-14 Mei 1987 EBTANAS

11-14 Mei 1987 Ujian Ebtanas SD.

Ini adalah Ujian akhir sekolah pertama yang saya ikuti. Ini pertaruhan reputasi saya selama ini dan sebagai bekal melangkah ke SMP. Nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni, gaktahu kalo ga kmurni kayak apa) akan dijadikan bahan persyaratan dan standard untuk penerimaan siswa SMP, jadi harus all out.

Data saya;
No peserta : 254
Sekolah asal : SD Negeri Pantirejo I